Penyakit ginjal kronik (PGK) menjadi masalah kesehatan global dengan prevalensi yang semakin meningkat. Menurut Riskesdas tahun 2018, prevalensi PGK di Indonesia meningkat 0,38% dibandingkan sebelumnya. Penyebab PGK ialah kencing manis (diabetes mellitus), hipertensi, infeksi ginjal, penyumbatan saluran kemih, penyakit autoimun, dan lain-lain. PGK yang sudah memasuki tahap akhir diharuskan untuk melakukan tindakan dialisis atau lebih dikenal dengan cuci darah. Tindakan cuci darah dibagi menjadi hemodialisis dan dialisis peritoneal.
Tindakan hemodialisis adalah suatu tindakan untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme yang sudah tidak diperlukan tubuh akibat fungsi ginjal yang sudah tidak mampu bekerja dengan optimal. Selain sisa-sisa metabolisme, tindakan hemodialisis ini juga menyaring cairan dan vitamin, mineral, glukosa, dan lainnya. Selama proses hemodialisis bisa terjadi komplikasi akut, didefinisikan sebagai adanya manifestasi klinis terkait dengan hemodialisis yang terjadi selama sesi dialisis atau 24 jam pertama setelah dialisis. Komplikasi yang sering terjadi adalah hipotensi, kram otot, mual, dan disequilibrium syndrome. Penarikan cairan berlebih dapat menjadi salah satu penyebab timbulnya kram otot.
Terjadinya kram otot memberi tanda bahwa proses hemodialisis harus diakhiri lebih awal. Namun hal itu justru menyebabkan proses hemodialisis menjadi tidak optimal, dimana sisa-sisa metabolisme tidak terbuang semua, penumpukan cairan berlebih, dan memicu timbulnya hipertensi sehingga lama-kelamaan akan meningkatkan resiko kematian. Berikut akan dijelaskan lebih lanjut bagaimana bisa terjadi kram otot, hal-hal yang memicu, serta pencegahan dan penanganan kram otot saat hemodialisa.
Bagaimana Bisa Terjadi Kram Otot?
Kram otot merupakan komplikasi hemodialisis yang paling sering terjadi saat hemodialisis. Kram otot diawali dengan rasa nyeri luar biasa dan sulit digerakkan, paling sering terjadi di bagian betis, telapak kaki, jari-jari tangan/ kaki, bahkan bisa di paha atau perut. Penderita yang menjalani hemodialisis mengalami kram otot di tengah-tengah hemodialisis atau saat proses hemodialisis berakhir sebanyak 25-50%. Kram otot yang terjadi saat proses hemodialysis selanjutnya akan mempengaruhi aktivitas penderita mengganggu proses tidur sehingga menurunkan performa penderita.
Ada beberapa penyebab kram otot saat tindakan hemodialisis, yaitu :
- Hipotensi (tekanan darah tiba-tiba turun sekitar 20 mmHg atau lebih).
- Penarikan cairan yang terlalu banyak saat hemodialisis.
- Ketidakseimbangan elektrolit.
- Kekurangan vitamin C.
- Penumpukan sisa metabolism seperti ureum karena proses hemodialisis yang kurang adekuat.
Penyebab pasti kram otot belum diketahui. Kemungkinan kram otot terjadi paling sering akibat penarikan cairan berlebih. Penarikan cairan berlebih menyebabkan penurunan suplai darah dan aliran darah ke otot sehingga otot menjadi lelah dan timbul kram.
Apabila terjadi kram saat proses hemodialisis berlangsung, hal yang dapat dilakukan adalah segera melakukan peregangan pada otot yang kram dengan mendorong ke arah berlawanan disertai dengan pemijatan pada otot tersebut. Diharapkan dengan tindakan tersebut otot menjadi lebih rileks dan kram hilang.
Tips supaya Terhindar dari Kram Otot
Komplikasi akut seperti kram otot pada proses hemodialisis harus dicegah sedini mungkin supaya proses hemodialisis optimal, penderita merasa nyaman, waktu tidur tidak terganggu, dan kualitas hidup menjadi lebih baik.
Berikut beberapa cara untuk mengurangi resiko terjadi kram otot :
- Batasi minum, karena jika jumlah ultrafiltrasi (penarikan cairan) saat hemodialisis terlalu cepat, bisa membuat tekanan darah turun tiba-tiba dan memicu kram otot.
- Disiplin dengan jadwal hemodialisis. Jika ada halangan untuk datang sesuai jadwal, perlu menghubungi petugas untuk dijadwalkan di hari lain pada minggu tersebut.
- Disiplin untuk menjalani hemodialisis sampai tuntas misalnya 4,5 jam atau 5 jam, tidak berhenti sebelum waktunya.
- Mengkonsumsi multivitamin, terutama yang mengandung vitamin B kompleks dan vitamin C.
- Komunikasikan ke perawat hemodialisis supaya dilakukan profiling (penyesuaian), misalnya dengan mengatur kecepatan penarikan cairan (ultrafiltrasi) dan elektrolit.
- Latihan peregangan dapat membantu meningkatkan kekuatan otot, mencegah terjadinya penyusutan otot sehingga menurunkan resiko kram. Berikut ilustrasi latihan peregangan dan pemijatan yang bisa dilakukan apabila kram terjadi.
Daftar Pustaka
-
Shraida AA, Abd-Ali DK, Mohammad HQ. Effectiveness of intradialytic stretching exercise on prevention and reduction of leg muscle cramps among patients undergoing hemodialysis : randomized controlled trial. Indian Journal of Forensic Medicine & Toxicology. 2021 July-September: 15(3).
- Jancy PO, Parimala S. Assess the effect of intradialytic stretching exercises to reduce leg cramps muscle among patients undergoing hemodialysis in selected dialysis unit of ernaculum district. IJNKF. 2020 July: 6(3).
- Dhudum B, Bhore NR. Intradialytic stretching exercises on muscle cramps : a systematic review. Journal of Critical Review. 2020 August: 7(15).
- Arthur JA. Eludication of the pathophysiology of intradialyitic muscle cramps: pharmacokinetics applied to translational research. Transl Clin Pharmacol. 2019 December: 27(4): 119-122.
- Nasutin AT, Tarigan RR, Patrick J. Komplikasi akut intradialisis. 2018. Available from : http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/63391.
- Ulu MS, Ahsen A. Muscle Cramps During Hemodialysis: What can we Do? New Approachs for Treatment and Preventing. Eur J Gen Med. 2016;12(3), 277-281. https://doi.org/10.15197/ejgm.01391
Informasi Penulis:
dr. Ersalina Tresnawati Naryanto
PT. Masa Cipta Husada - RS Puri Husada
Jl. Palagan Tentara Pelajar no. 67 km 11, Rejodani, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, D. I. Yogyakarta
Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.