Aspek yang Terlupakan Dalam Managemen Penyakit Ginjal Kronik
oleh Karunia Valeriani Japar
Penyakit kronik adalah penyakit yang berdurasi lama, tidak membaik secara spontan dan jarang sampai mencapai kesembuhan total. Dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dalam kedokteran, banyak pasien penderita penyakit kronik dapat hidup lebih lama , namun apakah pasien-pasien tersebut memiliki kualitas hidup yang baik? Mungkin pada saat ini sudah banyak pasien yang seharusnya tidak dapat bertahan hidup tetap bertahan hidup namun sesungguhnya mereka memiliki kondisi emosional yang perlu diberikan perhatian khusus karena apa yang mereka alami tidaklah mudah maupun ringan. Aspek psikologis inilah yang sering dilupakan oleh masyarakat bahkan oleh petugas kesehatan sendiri.| Kesehatan Mental | Penyakit Kronis | |
| Faktor Risiko |
Faktor Risiko yang Dapat Dimodifikasi | Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi |
| Sejarah Keluarga | Kebiasaan makan yang buruk | Umur |
| Kondisi hidup yang penuh dengan stress | Kurangnya aktivitas fisik | Sejarah keluarga |
| Mempunyai penyakit kronik | Penggunaan tembakau | |
| Pengalaman yang traumatik | Penggunaan alkohol yang berlebihan | |
| Penggunaan obat-obatan terlarang | Faktor lingkungan | |
| Kekerasan pada masa kanak-kanak | Status sosioekonomi | |
| Kurangnya dukungan sosial | ||
Walaupun seperti menyeramkan, sebenanya kesehatan mental dapat dijaga dan para petugas kesehatan maupun penderita dan keluarga dapat menggunakan berbagai macam strategi untuk membuat lingkungan kerjanya lebih mendukung untuk kesehatan fisik maupun mental secara keseluruhan sehingga seseorang dapat memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Contohnya perilaku yang dapat dimodifikasi (seperti penggunaan rokok, aktivitas fisik yang kurang, nutrisi yang buruk) yang dapat menyebabkan beberapa penyakit kronik dan gangguan kesehatan mental dapat menjadi fokus maupun target dalam menjalankan program menuju kualitas hidup yang lebih baik

Yang ketiga, para petugas medis seharusnya memberikan edukasi kepada pasien mengenai penyakit dan pengobatannya, memfasilitasi pasien sesuai dengan adat dan budaya yang dianutnya, membangun social support terutama dari keluarga dan teman, memberi semangat pada pasien agar pasien mau berusaha untuk mengurus dirinya sendiri, dapat mengatur, memonitor dan menyemangati diri sendiri serta mendorong agar pasien mandiri dan tidak terlalu bergantung kepada orang lain.

Yang keenam adalah perlunya pemeriksaan kondisi psikologis pasien secara berkala terutama apabila pasien mengalami peningkatan frekuensi atau keparahan daripada keluhan, komplikasi baru daripada penyakit ginjal, tempat dialisis baru, baru memulai dialisis, perubahan modalitas maupun berpartisipasi dalam intervensi klinis maupun rehabilitasi (seperti konseling, peer support, edukasi, terapi fisik).Hal tersebut perlu dilakukan karena kesehatan mental yang buruk diasosiasikan dengan hasil outcome yang buruk pada penyakit ginjal kronik, penurunan fungsi ginjal dan komplikasi dari penurunan fungsi ginjal tersebut. Namun pemeriksaan kondisi psikologis tidak boleh dilakukan secara sembarangan, tapi harus menggunakan instrument survei yang sudah terstandarisasi sehingga hasilnya valid, dapat diandalkan, dapat diinterpretasikan dengan mudah dan mudah untuk dilakukan. Contohnya adalah WHOQOL-BREF, Dialysis Symptom Index (DSI), Beck Depression Inventory (BDI), Generalized Anxiety Disorder (GAD-7) dan Pittsburg Sleep Quality Index (PSQI) quality.
- Mengandung informasi mengenai perjalanan penyakit dan pengobatan serta diet.
- Edukasi mengenai berbagai pilihan pengobatan
- Membantu pasien untuk mengatasi masalah sehari-hari seperti obat dan nutrisi
- Membantu pasien untuk mengutamakan perasaan dan mengkomunikasikan masalahnya secara efektif
- Membantu pasien untuk memiliki kepercayaan diri dalam dirinya
- Menjadi support informal untuk anggota keluarga dan pasien
REFERENSI:
- CDC Workplace Health Promotion Depression (http://www.cdc.gov/workplacehealthpromotion/implementation/topics/depression.html)
- CDC Mental Health Overview (http://www.cdc.gov/mentalhealth/)
- National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) Stress at Work (http://www.cdc.gov/niosh/topics/stress/)
- Substance Abuse and Mental Health Services Administration (SAMHSA) - Workplaces That Thrive: A Resource for Creating Mental Health-Friendly Work Environments by the Substance Abuse and Mental Health Services Administration (http://www.promoteacceptance.samhsa.gov/publications/business_resource.aspx)
- Baum A, Taylor S.E, & Singer JE (Eds). Handbook of psychology and health. Vol 4 Social psychological aspects of health. 1984. Hillsdale NJ: Earlbaum
- Brannon L, Feist J. Health Psychology. An introduction to behaviour and health. 4th edition. 2000. Wadsworth Australia.
- Edwards, S, Davis, P.(1997) Counseling children with chronic medical conditions. Communication and Counseling in Health Care Series.130:56-79.
- Grumke J, King K. Missouri Kidney Program. Patient Education Program – a 10 year review. Dialysis and Transplantation 1994;9:978-87
- Hoeger WWK, Turner LW, Hafen BQ. Wellness guidelines for a healthy life-style.3rd Edition, 2002, Wadsworth, Australia.
- K/DOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification, and Stratification. 2002;39(2), Suppl 1: 161-9.
- Taylor S. Health Psychology. 1995 McGraw-Hill Inc. New York
Cara Menjaga Kesehatan Ginjal
Oleh Karunia Valeriani Japar

Penyakit ginjal kronis atau chronic kidney disease (CKD) merupakan sebuah terminology yang menggambarkan sebuah proses penurunan jumlah nefron secara drastis, ireversibel, dan terus menerus. Menurut National Kidney Foundation, 10% dari populasi dunia mengidap penyakit ginjal kronis dan telah menjadi penyebab kematian nomor 18 di dunia pada tahun 2010. Diestimasikan bahwa jumlah kasus gagal ginjal akan meningkat secara drastis di negara berkembang seperti Cina, India dan Indonesia dimana mayoritas penduduknya sudah berusia lanjut. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) 2004 telah menunjukkan bahwa 12,5% dari penduduk Indonesia mengalami penurunan fungsi ginjal, berarti lebih dari 25 juta penduduk Indonesia mengalami penyakit ginjal kronis.
Penyebab dari penyakit ginjal kronik bermacam-macam seperti diabetes, hipertensi, riwayat batu ginjal maupun kelainan struktur ginjal. Menurut data Centers for Disease Control and Prevention (CDC), sekitar 44% dari kasus CKD datang dari diabetes, 29% dari hipertensi, 20% dari penyebab lainnya dan 7% tidak diketahui penyebabnya.

- 8 memang baik tapi bukan suatu angka yang mutlak. Menurut Institute of medicine , pria membutuhkan sekitar 3 liter air per hari dan wanita membutuhkan sekitar 2,2 liter air per hari
- Less is more jika anda penderita penyakit ginjal kronik. Ketika ginjal kita tidak dapat mengeluarkan air seperti pada penyakit ginjal kronik. Jumlah air yang dikonsumsi harus dikurangi untuk mencegah penumpukan air dalam tubuh
- Hati- hati menkomsumsi air terlalu banyak. Konsumsi air terlalu banyak dapat menyebabkan suatu kondisi yang berbahaya yaitu hyponatremia, suatu kondisi dimana kadar sodium dalam tubuh terlalu larut dalam jumlah air yang besar.
- Volume buang air kecil dapat menceritakan apakah jumlah air yang kita konsumsi sudah cukup. Warna urine yang normal adalah kuning muda transparan. Apabila warna urine anda kuning gelap, ini adalah tanda bahwa anda dehidrasi (kurang air). Dapat diasumsikan jumlah air kemih yang normal adalah 1,5-2 liter ditambah dengan keringat 400cc sehingga totalnya menjadi 1,9-2,4 liter. Urine dapat diukur dalam 24 jam, praktisnya adalah pukul jam 4 pagi bangun untuk buang air kemih , lalu mulai dari jam 4 pagi hari tersebut sampai jam 4 pagi keesokan harinya (dikumpulkan selama 24 jam).
- Air dapat mencegah infeksi saluran kemih dan batu. Batu ginjal sulit dibentuk apabila kita menkonsumsi air yang cukup karena air dapat mencegah Kristal-kristal untuk saling menempel dan membentuk suatu batu. Selain itu air dapat membantu obat antibiotic larut dalam pengobatan infeksi saluran kemih, sehingga pengobatan lebih efektif. Dengan menkomsumsi air yang cukup, maka urine yang dihasilkan lebih banyak sehingga dapat membuang bakteri penyebab infeksi
- Tipe 1
- Tipe 2
- Tipe lain
- Diabetes mellitus gestasional
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:
- Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM
- Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.
- Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesi dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.
- TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).
- GDPT:Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL.

- Minta ibu untuk makan makanan yang cukup karbohidrat selama 3 hari, kemudian berpuasa selama 8-12 jam sebelum dilakukan pemeriksaan.
- Periksa kadar glukosa darah puasa dari darah vena di pagi hari, kemudian diikuti pemberian beban glukosa 75 gram dalam 200 ml air, dan pemeriksaan kadar glukosa darah 1 jam lalu 2 jam kemudian.
- Diagnosis diabetes melitus gestasional ditegakkan apabila ditemukan
- Kadar gula darah puasa > 92 mg/dl, ATAU
- Kadar gula darah setelah 1 jam > 180 mg/dl, ATAU
- Kadar gula darah setelah 2 jam > 153 mg/dl

3) Rajin mengontrol tekanan darah

5) Olahraga teratur
Layanan Hemodialisis untuk Pasien Tuberkulosis
Oleh: dr. Rhama Patria Bharata - Tim Medis PT Masa Cipta Husada
Risiko Infeksi TBC

Setelah penyakit kardiovaskular, penyebab kematian kedua untuk pasien hemodialisis adalah terinfeksi. Pasien hemodialisis mudah terinfeksi berbagai jenis infeksi termasuk infeksi yang ditularkan melalui darah (HBV, HCV HIV), dan infeksi melalui udara (TBC)
Tuberkulosis (TB) sendiri adalah penyakit menular yang banyak ditemui di Indonesia. Berdasarkan survei prevalensi tuberkulosis pada 2013-2014, dipastikan bahwa prevalensi TUBERKULOSIS bakteriologis di Indonesia adalah 759 per 100.000 orang berusia di atas 15 tahun.
Pasien dengan gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis memiliki risiko terinfeksi 10-25 kali lebih tinggi daripada pasien lain. Risiko-risiko tersebut dapat disebabkan oleh:
- Kelainan imun pasien.
- Aliran darah selama pengobatan HD yang terpapar melalui akses vaskular dan jalur korporeal ekstra.
- Ruang yang tidak cukup antara pasien di ruang Hemodialisis.
- Interaksi dengan staf kesehatan yang sering berganti antara pasien dan mesin.
- Frekuensi tinggi dirawat di rumah sakit dan menjalani operasi
- Kesadaran sangat kecil untuk mengambil tindakan serius untuk mencegah infeksi
Masalah penerapan standar pencegahan infeksi bisa karena:
- Rasio buruk perawat dan pasien.
- Kompetensi staf Hemodialisis yang tidak memadai
- Pendidikan pengetahuan untuk pasien dan keluarga mereka yang tidak memadai.
- Terbatasnya jumlah peralatan untuk mencegah infeksi.
- Ruang Hemodialisis yang kecil dan tidak adanya sistem isolasi yang diperlukan.
- Standar pencegahan yang kurang tepat dalam kasus komplikasi dialisis, seperti yang mengancam jiwa.
KEBIJAKAN ISOLASI UNTUK LAYANAN HEMODIALISIS
Berdasarkan CDC, ruang isolasi hanya digunakan untuk pasien dengan HBsAg positif. Virus Hepatitis B dapat bertahan hidup di permukaan benda selama sekitar 7 hari dan infeksi dapat terjadi melalui kontak langsung atau tidak langsung. Permukaan objek dapat terkontaminasi serius oleh virus hepatitis B, meskipun tidak ada bukti cairan, darah atau lainnya. Oleh karena itu, wajib untuk melakukan desinfeksi dan isolasi untuk menghindari kontaminasi. [6] [7]
Meskipun CDC dan K-DIGO tidak merekomendasikan penggunaan mesin secara eksklusif, isolasi pasien dan kebijakan penggunaan ulang untuk pasien Hemodialisis dengan hepatitis C, tetapi pasien harus sepenuhnya menyadari tindakan pencegahan universal dan peralatan dialisis yang disterilkan. Untuk pasien HIV, penularan HIV jarang terjadi di layanan dialisis dan ini dapat dicegah dengan mengambil prosedur pencegahan infeksi standar. Saran CDC bahwa pasien tidak menggunakan kembali dialyzer pasien HIV, tetapi isolasi mesin dan pasien tidak diperlukan. [6] [7]
Kebijakan pada pasien dengan penyakit yang ditularkan melalui udara tidak banyak dibahas dalam K-DIGO. CDC menyatakan bahwa Tuberkulosis Paru sangat menular dan dapat menyebar melalui udara. Kewaspadaan terhadap penyakit yang ditularkan melalui udara juga harus dilakukan untuk pasien TB paru di unit dialisis. Pasien dirawat di Ruang Isolasi Infeksi Udara (AIIR). Udara dari ruang isolasi tidak disirkulasi lagi, atau jika resirkulasi udara diperlukan, itu harus dilakukan melalui filter Udara Efisiensi Tinggi Partikulat (HEPA).[4]
Periode isolasi minimum untuk pasien TB paru (termasuk mediastinum, laryngeal, pleural dan Miler) adalah sampai ada bukti bakteriologi negatif pada 3 waktu dahak yang berbeda, atau 14 hari setelah dimulainya pengobatan yang efektif, dan diikuti oleh perkembangan dari kondisi klinis mereka (lebih sedikit batuk, lebih sedikit demam, infiltrat paru lebih sedikit, dan lebih sedikit jumlah bakteri tahan asam dalam dahak. [4] Isolasi dengan ventilasi khusus untuk pasien Tuberkulosis tidak diperlukan jika pasien memenuhi kriteria berikut ini [5]
- Penderita TBC aktif yang sudah mendapatkan pengobatan anti tuberkulosis minimal 14 hari secara efektif, dengan kondisi klinis yang baik dan atau
- Hasil negatif dari SPS dahak bakteri
- Untuk pasien yang ditandai dengan MDR-Tuberkulosis, hasil negatif dari bakteri dahak diambil dalam tiga minggu berturut-turut.
Staf Layanan Dialisis harus menggunakan tindakan pencegahan universal (masker dan sarung tangan). Pasien juga harus memakai masker terutama yang menderita batuk serius. Staf kesehatan harus memberikan pendidikan kebersihan pribadi kepada pasien dan keluarga mereka. [5]
SCREENING TUBERKULOSIS
Pemeriksaan untuk pasien Hemodialisis sangat direkomendasikan oleh APIC, CDC, KDOQI dan ERBP. Tes skrining wajib untuk pasien dengan faktor-faktor risiko berikut [7]:
- Tinggal di daerah endemik TBC.
- Terkena beberapa faktor risiko sosial dan lingkungan seperti pekerja sosial untuk perawatan kesehatan, penahanan, tunawisma, alkohol dan penyalahgunaan narkoba.
Tes untuk Diagnosis TBC adalah [7]:
- Foto Thoracic
- Tes Kulit Tuberkulin (TST)
- Uji Rilis Gamma Interferon (IGRA)
- Tes pewarnaan Bacilli Cepat Asam pada dahak
- Tes Cairan Dahak
- Tes NAT
RINGKASAN
- Dalam dialisis, Isolasi harus diberikan kepada pasien dengan HBsAg positif
- Perawatan hemodialisis untuk pasien TBC Aktif harus dilakukan secara terpisah. Perlakuan khusus harus dilakukan di Ruang Isolasi Airborne Infection.
- Perawatan hemodialisis untuk tuberkulosis tidak aktif dapat dilakukan bersama dengan pasien lain tetapi tindakan pencegahan universal seperti memakai masker dan kebersihan pribadi harus dilakukan.
- Pasien dengan faktor risiko TB harus mengambil skrining foto Thoracic dan Tuberculin Skin Test (TST).
REFERENSI
- CDC. 2003. Tuberculosis Transmission in a Renal Dialysis Center https://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/mm5337a4.htm
- Information Resources of Kemenkes RI. 2018. Infodatin Tuberkulosis 2018. https://pusdatin.kemkes.go.id/article/view/18101500001/infodatin-tuberkulosis-2018.html
- Cohn D.L., O’Brien R.J., Geiter L.J., Gordin F.M., Hershfield E., Horsburgh C.R., Jereb J.A., Jordan T.J., Kaplan J.E., Nolan C.M., Starke J.R., Taylor Z., Villarino M.E., 2000. Targeted Tuberculin Testing and Treatment of Latent Tuberculosis Infection. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine 2000;161:S221--S247.
- CDC. 2012. Menu of Suggested Provisions For State Tuberculosis Prevention and Control Laws. https://www.cdc.gov/tb/programs/laws/menu/isolation.htm
- Wong T. Y., Chen H., Philip L.I., Mak S.K., Fung S., Yung R., Tong K.L., Tsang D., Lai R., Leung Y.H., Lee S., Law M.C., Tang S., Kwan T.H., Yuen M.F., Lam E., Ng A., Tsang C. 2018. Infection Control Guidelines on Nephrology Services in Hong Kong. 2018. Infection Control Branch, Centre for Health Protection, Department of Health, Hong Kong.
- Fenves A.Z., Medical Management of the Dialysis Patient: Infectious Complications. https://www.renalandurologynews.com/home/decision-support-in-medicine/nephrology-hypertension/medical-management-of-the-dialysis-patient-infectious-complications/
- Center for Medicaid and State Operations Survey and Certification Group. 2009. ESRD Conditions for Coverage Frequently Asked Questions. https://www.cms.gov/Medicare/Provider-Enrollment-and-Certification/SurveyCertificationGenInfo/downloads/SCLetter09_56.pdf





